bapak ibu saya memberi nama Arif Budy Pratama

Foto saya
i'm just a poor boy, tryin'to face the cruel world.....oh.....wait the world is not always cruel....hehhehe

Senin, 18 Agustus 2008

pelayanan prima katanya

Mendamba Pelayanan Publik Yang Prima

Oleh

Arif Budy Pratama

Dalam kondisi euforia politik yang berlarut-larut seperti sekarang ini nampaknya sebagian besar elemen bangsa tertuju pada hal-hal yang berkenaan dengan suatu upaya memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan semata. Kita dapat melihat ramainya pemilihan umum, Pemilihan Presiden secara langsung (Pilpres), Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan bahkan sampai Pemilihan Kepala Desa (Pilkades). Kurang satu sampai dua tahun saja geliat dan aura-nya sudah bisa kita rasakan. Hal ini mengakibatkan timpangnya penyelesaian permasalahan bangsa yang multi dimensi ini.

Selama ini posisi rakyat sebagai penguasa hakiki negeri ini hanya bersifat semu yaitu pada saat pemilu, pilpres, pilkada, dan pilkades saja. Benar adagium politik yang mengatakan bahwa rakyat hanya merdeka sekali tiap lima tahun pada saat pemilu. Setelah rakyat memberikan suaranya dalam pemilu posisi rakyat turun drastis dari penguasa menjadi wong cilik lagi.

Bagaimana dengan hak warga negara untuk mendapatkan jaminan keamanan? Bagaimana dengan hak pemilik hakiki dari pemilik mandat pemerintahan untuk mendapatkan penghidupan yang layak? Apakah masyarakat sebagai pemilik aset terbesar dari negeri ini sudah menikmati pelayanan publik sebagai muara relasi negara dengan rakyat. Pelayanan publik merupakan tugas utama dari pemerintah selain tugas pemerintahan umum dan tugas mengkoordinasi pembangunan.

Dalam filosofi sistem pelayanan publik, rakyat berdaulat untuk memberikan suaranya dalam pemilihan umum, mempercayakan pengelolaan negara kepada seseorang yang telah dipercaya sehingga terbentuklah pemerintahan. Selanjutnya pemerintah yang mendapat mandat dari rakyat akan menelurkan politik kebijakan yang akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang akan menjadi penghubung entitas negara dengan rakyat. Dengan demikian jelaslah bahwa rakyatlah yang harus dilayani oleh negara melalui organ-organnya yang sering kita kenal dengan birokrasi.

Permasalahannya sekarang adalah bagaimana birokrasi dapat melayani tuannya (masyarakat) dengan baik sehingga nama abdi masyarakat benar-benar disandang oleh birokrasi bukan hanya nama palsu untuk mempercantik citra.

Secara teoretis ada tiga dimensi yang sangat berpengaruh dalam proses pelayanan publik yaitu interpersonal atau hubungan antara pelayan masyarakat dan warga pengguna layanan. Selanjutnya adalah lingkungan dan prosedur pelayanan dan yang ketiga adalah dimensi teknis dan profesionalisme aparat. Jika dalam proses pelayanan publik terlalu menekankan pada dimensi interpersonal maka biasanya akan menimbulkan kesan kecilnya kadar profesionalitas pelayanan publik dan cenderung berbau nepotisme. Proses pelayanan publik yang menekankan pada prosedur akan menghasikan tipologi pelayanan publik yang cenderung kaku, rumit, dan berbelit-belit. Tetapi jika proses pelayanan lebih bertumpu pada aspek profesionalitas dan teknis dari pelayanan akan memberi kesan bahwa pelayanan dilakukan secara profesional namun tidak ada perhatian khusus secara individual.

Sehingga diperlukan suatu keseimbangan dari ketiga dimensi pelayanan yang penulis sebutkan diatas agar terjadi suatu sinergi yang akan berpengaruh terhadap kualitas layanan itu sendiri.

Alternatif Tindakan

Ada beberapa alternatif tindakan yang bisa dilakukan untuk menciptakan keseimbangan ketiga dimensi pelayanan publik. Yang pertama, memperkecil gap atau jarak antara pemerintah dengan rakyat (publik). Langkah ini dapat dilakukan jika mindset birokrasi sudah berubah dari penguasa menjadi pelayan. Perilaku ramah, sopan, banyak senyum aparat terhadap masyarakat pengguna layanan juga sangat berpengaruh dalam memperkecil jarak antara pemerintah dengan publik.

Kedua adalah membangun komitmen bersama untuk menciptakan visi perbaikan kualitas pelayanan. Komitmen yang dibangun oleh salah satu pihak saja akan menyebabkan kerancuan visi dan mis-persepsi sehingga pemahaman pelayanan publik yang prima tidak akan tercipta. Yang sering terjadi adalah beratnya ekspektasi atau harapan msyarakat tetapi tidak didukung dengan komitmen birokrasi dan kondisi lingkungan pelayanan publik yang kurang mendukung. Sebagai contoh praktik percaloan dan pungutan liar (pungli).

Fenomena ini terjadi karena banyak faktor baik dari sisi masyarakat pengguna layanan maupun oknum aparat birokrasi penyedia layanan. Di satu sisi masyarakat menginginkan pelayanan publik yang murah, cepat, dan tidak berbelit-belit. Namun kadang-kadang masyarakat pengguna layanan tidak dapat memenuhi persyaratan dan prosedur sistem layanan yang dibuat oleh birokrasi. Di sisi lain oknum birorasi yang kurang mempunyai integritas terkesan didukung oleh lingkungan yang mendorong praktik mal-administrasi seperti disebutkan diatas. Kita jangan menutup mata dengan fenomena ini karena praktik ini masih banyak terjadi dalam masyarakat kita. Sehingga komitmen bersama antara birokrasi dan masyarakat wajib ada.

Yang ketiga, memberikan keluasan publik untuk menyampaikan keluhan secara transparan dan memberikan respon secara arif dan bijaksana. Sebenarnya publik dapat meng-complain penyedia layanan jika pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan minimum yang telah dijanjikan. Kebanyakan masyarakat pengguna layanan masih banyak yang belum mengetahui mekanisme menyampaikan keluhan dan mengadukan penyimpangan yang terjadi dalam proses pelayanan publik. Selanjutnya pihak birokrasi harus menanggapi aduan, laporan atau keluhan masyarakat pengguna layanan secara bijaksana dan segera memprosesnya. Jangan sampai laporan tersebut hanya disimpan saja sebagai arsip kantor.

Terakhir, menerapkan prinsip akuntabilitas, proaktif dan partnership sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Inti dari langkah ini adalah sejauh mana penyedia layanan memberikan pertanggungjawaban (accountable) terhadap masyarakat sebagai pengguna layanan. Disamping itu birokrasi harus proaktif dan menganggap masyarakat sebagai partner/mitra dalam proses pelayanan publik

Mengingat pentingnya pelayanan publik yang prima adalah salah satu indikator penerapan good governance atau kepemerintahan yang baik maka peningkatan kualitas pelayanan publik menjadi suatu keniscyaaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

_, Arif Budy P, Pegiat Komunitas Administrasi Publik Progresif FISIP UNDIP

1 komentar:

MeTranslation mengatakan...

wah kok serius sekali ya bahasannya? hehehehe...selamat arif dengan blog baru-nya! keep writing!