bapak ibu saya memberi nama Arif Budy Pratama

Foto saya
i'm just a poor boy, tryin'to face the cruel world.....oh.....wait the world is not always cruel....hehhehe

Kamis, 18 September 2008

CPNS Bappenas

Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil

PELUANG BERKARYA
17 September 2008, 00:00:37

REPUBLIK INDONESIA
KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

PENGUMUMAN
Nomor : 969/B.02/09/2008

Dalam rangka mengisi Formasi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Tahun Anggaran 2008, membuka kesempatan kepada Warga Negara Indonesia Pria dan Wanita, dengan kualifikasi Pendidikan dan kebutuhan formasi sebagai berikut:
NO Kualifikasi Pendidikan Program Studi/ Jurusan Formasi
1 Diploma III (DIII) D-III Sekretaris 3 Orang
2 Diploma III (DIII) D-III Teknik Elektro 1 Orang
3 Diploma III (DIII) D-III Komputer 4 Orang
4 Strata Satu (S1) S-1 Sosial Ekonomi Pertanian 3 Orang
5 Strata Satu (S1) S-1 Oseanografi 1 Orang
6 Strata Satu (S1) S-1 Kesehatan Masyarakat 2 Orang
7 Strata Satu (S1) S-1 Sosiologi 1 Orang
8 Strata Satu (S1) S-1 Ekonomi Studi Pembangunan 10 Orang
9 Strata Satu (S1) S-1 Geografi 1 Orang
10 Strata Satu (S1) S-1 FISIP (Ilmu Kesejahteraan Sosial) 1 Orang
11 Strata Satu (S1) S-1 Hubungan Internasional 2 Orang
12 Strata Satu (S1) S-1 Ilmu Pemerintahan 1 Orang
13 Strata Satu (S1) S-1 Hukum Internasional 1 Orang
14 Strata Satu (S1) S-1 Hukum Tata Negara 1 Orang
15 Strata Satu (S1) S-1 Ilmu Komunikasi 1 Orang
16 Strata Satu (S1) S-1 Ekonomi Manajemen 3 Orang
17 Strata Satu (S1) S-1 Teknik Industri 2 Orang
18 Strata Satu (S1) S-1 Teknik Sipil (Pengairan) 2 Orang
19 Strata Satu (S1) S-1 Teknik Sipil (Transportasi) 1 Orang
20 Strata Satu (S1) S-1 Teknik Lingkungan 2 Orang
21 Strata Satu (S1) S-1 Teknik Elektro 1 Orang
22 Strata Satu (S1) S-1 Planologi 2 Orang
23 Strata Satu (S1) S-1 Teknik Informatika 1 Orang
24 Strata Satu (S1) S-1 Statistik 1 Orang
25 Strata Satu (S1) S-1 Administrasi Pembangunan 1 Orang
26 Strata Satu (S1) S-1 Hukum 1 Orang
27 Strata Satu (S1) S-1 Ekonomi Akuntansi 2 Orang
28 Strata Satu (S1) S-1 Arsitektur 1 Orang

Jakarta, 17 September 2008
BIRO SUMBER DAYA MANUSIA
KEMENTERIAN NEGARA PPN/BAPPENAS

Kamis, 11 September 2008

HMI

HMI dan Pesimisme Kepemimpinan Nasional
Oleh
Arif Budy Pratama

Tanggal 5 September 2008 bertempat di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menggelar peresmian suksesi kepemimpinan periode 2008-2010. Acara ini dihadiri oleh beberapa senior HMI diantaranya Prof. Jimly Asshidiqi, Akbar Tandjung, Ferry Mursyidan Baldan dan beberapa nama lainnya. Prosesi suksesi ini adalah pembacaan pengurus dan serah terima jabatan ketua umum hasil kongres di Palembang medio Agustus lalu. Ada beberapa atensi yang muncul dari acara tersebut.
HMI adalah wadah untuk belajar dan berlatih menjadi seorang organisatoris dan administrator organisasi kemahasiswaan ekstra kampus. Jadi personil-personil yang ada di tubuh HMI pada hakikatnya adalah peserta pendidikan dan latihan untuk mengorganisir dan mengelola berbagai kepentingan, konflik dan masalah yang sengaja ataupun tidak sengaja dimunculkan. Apa yang terjadi secara riil di lapangan? Ternyata HMI sudah menjadi tujuan elit-elit mahasiswa di daerah (Cabang ataupun Badko) dan pusat untuk memperebutkan kursi-kursi empuk pejabat teras di PB HMI. Dengan demikian, HMI bukan hanya tempat berlatih kepemimpinan tetapi sudah menjadi arena memperebutkan kekuasaan itu sendiri. Kader-kader HMI seperti kehilangan nafsu untuk menjadi manusia pembelajar tetapi lebih bernafsu untuk saling berebut kekuasaan.
HMI mirip Partai Politik
Sudah menjadi rahasia umum bahwa suksesi kepemimpinan HMI adalah ajang bertarung kapital dan pengaruh senioritas. Memang, jika dibanding dengan organisasi mahasiswa lainnya, HMI lebih meriah, lebih kentara rivalitasnya dan lebih mahal political cost-nya. Beberapa teman bercerita tentang aliran uang kampanye beberapa kandidat ketua umum yang jumlahnya sangat fantastis. Bukan dalam hitungan ratusan juta lagi, tetapi sudah mencapai milyaran. Hal ini juga terjadi di tingkat paling rendah (komisariat) sampai level nasional. Bisa dibayangkan berapa akumulasi modal pada saat pesta suksesi berlangsung. Bukankah, HMI sudah menjadi arena pertarungan buah-buah catur kepentingan layaknya partai politik. Kader-kader HMI ini sudah dididik menjadi “pemain-pemain” politik dalam setiap suksesi kepemimpinan. Ke depan, kebiasaan ini akan berlangsung dan dilakukan secara terus menerus sampai mereka menjadi pemimpin-pemimpin bangsa maupun daerah. Kalau ini terjadi akan merusak dan menjadi penghalang proses demokratisasi yang sedang kita pupuk.
Ubah Orientasi
Secara harfiah, HMI mengandung tiga pengertian yang tidak bisa dipisahkan yaitu himpunan, mahasiswa dan islam. HMI sebagai himpunan berarti HMI adalah wadah untuk saling berhimpun dan bekerja sama sebagai alat untuk mencapai tujuan. Dengan demikian dibutuhkan sinergisitas antar komponen himpunan itu sendiri bukan rivalitas yang over. Selanjutnya adalah kata mahasiswa yang identik dengan idealisme yang harus selalu dijunjung tinggi dalam segala aktivitas yang dijalaninya. Yang terakhir adalah kata Islam yang mengandung konsekuensi yang lebih tinggi dalam mewujudkan kepemimpinan umat manusia yang rahmatan Lil’alamiin. Sebenarnya jika tiap-tiap kader HMI dalam mendalami, meresapi dan menginternalisasi hal tersebut dalam segala tindak dan kontribusi untuk Indonesia, maka tidak akan sulit mencari potensi kepemimpinan nasional bangsa kita.
Apa yang terjadi sekarang? Hanya kader-kader HMI yang bisa menjawab pertanyaan retorik ini, kalau HMI mau menjadi himpunan pencetak pemimpin sejati untuk rakyat, ya mau tidak mau, suka tidak suka orientasi himpunan ini harus berubah.

Kamis, 04 September 2008

Arya Penangsang, Puasa dan Malam Lailatul Qodar

Arya Penangsang, Puasa dan Malam Lailatul Qodar
Oleh
Arif Budy Pratama
Mari sejenak bernostalgia dengan sejarah kerajaan-kerajaan islam di pulau Jawa beberapa abad silam. Alkisah terjadi perebutan kekuasaan antara Pajang dan Jipang. Pajang dipimpin oleh Jaka Tingkir dan Jipang dikomandani oleh Arya Penangsang. Sebelum perang dimulai, Arya Penangsang diberi wejangan (nasihat) oleh gurunya, Sunan Kudus untuk berpuasa pati geni (puasa tidak makan dan minum selama 40 hari).
Singkat cerita Arya Penangsang segera menyepi dan melaksanakan puasa pati geni untuk melawan Jaka Tingkir. Tidak terasa 40 hari dijalani Arya Penangsang dengan mudah. Dia berhasil melawan godaan, halangan dan gangguan selama 40 hari puasa. Pada hari terakhir dipersiapkanlah pesta besar-besaran untuk menyambut Arya Penangsang. Pesta digelar dengan mengundang masyarakat Jipang termasuk pesta minuman keras. Bagai kucing di lepas di lautan ikan asin, Arya Penangsang berpesta pora setelah 40 hari puasa. Sunan Kudus sengaja tidak diundang karena pesta semacam itu pasti dilarang oleh Sunan Kudus kalau beliau tahu.
Apa yang terjadi pada saat duel antara Arya Penangsang dan Jaka Tingkir? Arya Penangsang terkapar dan kalah perang tanding melawan Jaka Tingkir. Puasa Penangsang selama 40 hari sia-sia dan tak berguna. Penangsang menganggap puasa itu adalah proses akhir atau penghabisan dari sebuah upaya mencapai tujuan.
Kita bukan Penangsang dan tentu tidak ingin menjadi Penangsang. Banyak dari para muslim/muslimah yang berpuasa seperti Penangsang, pada saat berbuka puasa setelah adzan maghrib berkumandang, mereka makan, minum dan memanjakan hawa nafsunya sepuas-puasnya dan cenderung berlebihan. Begitu pula pada saat lebaran tiba, banyak orang yang merasa bebas dari kungkungan aturan-aturan puasa. Pada saat berpuasa, hakikatnya kita juga sedang berperang melawan hawa nafsu diri kita sendiri. Ingat, puasa ini hanyalah latihan saja, urgensi outcome-nya adalah bagaimana ruh puasa ini bisa diamalkan pada bulan-bulan setelah puasa. Kalau kita terlena dan berperilaku seperti Penangsang, maka kita hanya menang pada saat latihan saja, saat hari H, kita ini hanyalah pesakitan yang tidak berguna.
Sudah selayaknya, umat yang telah ditatar, dilatih dan ditempa selama 1 bulan akan menjadi lebih baik dalam perilaku yang tidak hanya sekedar simbolik saja, tetapi perilaku yang hakiki. Perilaku ini dapat kita lihat misalnya: seseorang tidak lagi memakan beras teman sekantornya, tidak lagi memakan aspal proyek perbaikan jalan, tidak memotong bantuan sosial, tidak membuat kuitansi fiktif untuk bukti pengeluaran dan lain sebagainya. Manusia alumnus bulan ramadhan menjadi manusia yang altruis, bukan manusia yang egois dan apatis terhadap lingkungannya. Bukan hanya mencintai saudaranya saja, bahkan musuhnya pun dikasihi. Bukankah Al-Masih dan Muhammad mengajarkan yang demikian. Alumnus bulan ramadhan menjadi manusia yang mampu menahan diri dari godaan duniawi yang akan menggerogoti kecintaannya kepada Yang Maha Segalanya. Dia tidak akan menggadaikan ibadahnya dengan pujian orang, dia tidak akan menjual akidahnya demi harta yang kenikmatannya nisbi.
Seorang teman pernah bertanya atau tepatnya sharing. Inti diskusinya adalah : Apakah pada bulan ini kita harus berlomba-lomba beramal? Menjawab pertanyaan ini mudah-mudah sulit, mengapa? Karena jawabannya tidak memerlukan sintesis dan sangat bergantung dari individu masing-masing. Kalau kita memburu amalan karena ingin mendapatkan pahala yang banyak, apalagi pada bulan ini adalah bulan diskon pahala maka menurut hemat saya akan percuma saja. Atau dengan kata lain, jika motifnya mirip dengan motif ekonomi yang diajarkan pelajaran ekonomi pada saat kita SMP dulu, maka akan sia-sia saja seharian berpuasa dan beribadah. Tetapi jika umat berlomba-lomba karena pada masa latihan ini adalah momen upaya mendapatkan ridho ilahi, maka lomba itu adalah lomba yang nikmat dan sangat berguna untuk bekal perang sesungguhnya. Penulis menjadi ingat pada saat kecil dulu, ibu saya pernah memberikan sayembara : Rif, kalau kamu bisa khatam Quran, maka ibu akan memberi uang Rp.30.000,00. Uang itu sejumlah dengan juz yang dibaca. Jujur pada saat itu membaca quran bukan untuk mendalami intisari Quran dan berusaha mengamalkannya tetapi motif ekonomi yang dikedepankan. Bayangkan uang Rp.30.000,00 tahun 90-an adalah jumlah yang tidak sedikit untuk anak desa seperti saya, walaupun sampai akhir puasa menjelang takbiran saya hanya mendapat uang sekitar 20 ribuan saja. Hasilnya dapat diamati sekarang, pada saat peperangan yang sebenarnya saya menjadi muslim yang malas membaca alquran (semoga suatu saat nanti saya berubah).
Menurut syaraf-syaraf otak saya yang sedang mengalami konsleting, ini juga berlaku untuk malam Lailatul Qodar atau malam seribu bulan bahasa nge-trend-nya. Biasanya para muslim tua muda, kaya miskin, pria wanita begadang pada saat sepuluh hari terakhir bulan ramadhan. Siang harinya mereka akan tidur seharian sebagai alasan persiapan perburuan mereka. Katanya, mereka memburu malam yang lebih baik dari ibadah seribu bulan lamanya. Wah, ini juga diskon besar-besaran Gusti Allah untuk “anak-anaknya”. Memang dalam dalil-dalil naqli dikatakan bahwa beribadah di malam lailatul Qodar setara dengan beribadah selama seribu bulan lamanya. Malam Lailatul Qodar ini, konon lain dengan malam-malam biasa. Pada malam itu suasana hening, angin tidak bertiup kencang, langit begitu cerah, bulan dan bintang gumintang serta para malaikat bertasbih dari langit sap 1 sampai sap ke-7. Wow, kapan saya menemui malam seperti ini. Saya yakin tidak ada seorang pun yang tahu kapan malam lailatul Qodar ini menampakkan diri.
Menurut saya, malam Lailatul Qodar ini adalah malam yang istimewa dan hanya akan didapatkan oleh orang yang istimewa pula. Bisa saja seseorang menggenjot ibadahnya pada 10 hari terakhir dan ogah-ogahan pada awal bulan. Wah, ini tidaklah adil menurut hati kecil saya, dan saya yakin Gusti Allah mboten Sare (Tuhan tidak pernah tidur). Malam seribu bulan ini akan didapatkan oleh muslim yang konsisten menjaga ibadahnya demi keridhoan allah dalam seluruh rangkaian latihan akbar se-dunia ini. Yang lebih ditakutkan adalah: jika seseorang terobsesi untuk menjadi pemburu malam Agung ini. Padalah seagung-agung nya malam Lailatu Qodar, lebih agung Penciptanya. Jadi, mari memburu keridhoan Allah pencipta malam Lailatul Qodar, jangan memburu ciptaannya. Setuju? Mengapa tulisan ini saya tulis pada masa-masa awal puasa, bukan pada momennya pada saat prakiraan datangnya Malam Lailatul Qodar? Semata-mata supaya saudara-saudara kita mengharap ridho-Nya secara konsisten dari awal bulan penuh hikmah ini. Tentang kebenaran pemikiran-pemikiran sempit saya ini saya kembalikan pada Sang Raja Diraja, Gusti Allah yang punya alam semesta.

Tulisan ini berawal dari diskusi via YM dengan seorang kawan, sebagian tulisan ini terinspirasi oleh tulisan seorang peneliti masalah-masalah sosial LIPI, M. Sobary tahun 90-an.