bapak ibu saya memberi nama Arif Budy Pratama

Foto saya
i'm just a poor boy, tryin'to face the cruel world.....oh.....wait the world is not always cruel....hehhehe

Kamis, 11 September 2008

HMI

HMI dan Pesimisme Kepemimpinan Nasional
Oleh
Arif Budy Pratama

Tanggal 5 September 2008 bertempat di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menggelar peresmian suksesi kepemimpinan periode 2008-2010. Acara ini dihadiri oleh beberapa senior HMI diantaranya Prof. Jimly Asshidiqi, Akbar Tandjung, Ferry Mursyidan Baldan dan beberapa nama lainnya. Prosesi suksesi ini adalah pembacaan pengurus dan serah terima jabatan ketua umum hasil kongres di Palembang medio Agustus lalu. Ada beberapa atensi yang muncul dari acara tersebut.
HMI adalah wadah untuk belajar dan berlatih menjadi seorang organisatoris dan administrator organisasi kemahasiswaan ekstra kampus. Jadi personil-personil yang ada di tubuh HMI pada hakikatnya adalah peserta pendidikan dan latihan untuk mengorganisir dan mengelola berbagai kepentingan, konflik dan masalah yang sengaja ataupun tidak sengaja dimunculkan. Apa yang terjadi secara riil di lapangan? Ternyata HMI sudah menjadi tujuan elit-elit mahasiswa di daerah (Cabang ataupun Badko) dan pusat untuk memperebutkan kursi-kursi empuk pejabat teras di PB HMI. Dengan demikian, HMI bukan hanya tempat berlatih kepemimpinan tetapi sudah menjadi arena memperebutkan kekuasaan itu sendiri. Kader-kader HMI seperti kehilangan nafsu untuk menjadi manusia pembelajar tetapi lebih bernafsu untuk saling berebut kekuasaan.
HMI mirip Partai Politik
Sudah menjadi rahasia umum bahwa suksesi kepemimpinan HMI adalah ajang bertarung kapital dan pengaruh senioritas. Memang, jika dibanding dengan organisasi mahasiswa lainnya, HMI lebih meriah, lebih kentara rivalitasnya dan lebih mahal political cost-nya. Beberapa teman bercerita tentang aliran uang kampanye beberapa kandidat ketua umum yang jumlahnya sangat fantastis. Bukan dalam hitungan ratusan juta lagi, tetapi sudah mencapai milyaran. Hal ini juga terjadi di tingkat paling rendah (komisariat) sampai level nasional. Bisa dibayangkan berapa akumulasi modal pada saat pesta suksesi berlangsung. Bukankah, HMI sudah menjadi arena pertarungan buah-buah catur kepentingan layaknya partai politik. Kader-kader HMI ini sudah dididik menjadi “pemain-pemain” politik dalam setiap suksesi kepemimpinan. Ke depan, kebiasaan ini akan berlangsung dan dilakukan secara terus menerus sampai mereka menjadi pemimpin-pemimpin bangsa maupun daerah. Kalau ini terjadi akan merusak dan menjadi penghalang proses demokratisasi yang sedang kita pupuk.
Ubah Orientasi
Secara harfiah, HMI mengandung tiga pengertian yang tidak bisa dipisahkan yaitu himpunan, mahasiswa dan islam. HMI sebagai himpunan berarti HMI adalah wadah untuk saling berhimpun dan bekerja sama sebagai alat untuk mencapai tujuan. Dengan demikian dibutuhkan sinergisitas antar komponen himpunan itu sendiri bukan rivalitas yang over. Selanjutnya adalah kata mahasiswa yang identik dengan idealisme yang harus selalu dijunjung tinggi dalam segala aktivitas yang dijalaninya. Yang terakhir adalah kata Islam yang mengandung konsekuensi yang lebih tinggi dalam mewujudkan kepemimpinan umat manusia yang rahmatan Lil’alamiin. Sebenarnya jika tiap-tiap kader HMI dalam mendalami, meresapi dan menginternalisasi hal tersebut dalam segala tindak dan kontribusi untuk Indonesia, maka tidak akan sulit mencari potensi kepemimpinan nasional bangsa kita.
Apa yang terjadi sekarang? Hanya kader-kader HMI yang bisa menjawab pertanyaan retorik ini, kalau HMI mau menjadi himpunan pencetak pemimpin sejati untuk rakyat, ya mau tidak mau, suka tidak suka orientasi himpunan ini harus berubah.

Tidak ada komentar: