bapak ibu saya memberi nama Arif Budy Pratama

Foto saya
i'm just a poor boy, tryin'to face the cruel world.....oh.....wait the world is not always cruel....hehhehe

Minggu, 05 Oktober 2008

Selamat hari raya idul fitri

Tuhan Maha Tahu, Tapi Dia Menunggu adalah salah satu cerpen favorit saya. Cerpen karya Leo Tolstoy, sastrawan Rusia terbesar pada abad 18 yang berpengaruh luas dalam pembentukan dan perkembangan sastra modern. Dalam cerpen tersebut, Leo Tolstoy menceritakan seorang yang tidak bersalah dituduh telah membunuh temannya seorang saudagar yang bertemu dalam perjalanan dan menginap bersama di sebuah pondokan. Polisi mencurigai Aksenof, nama tokoh dalam cerpen tersebut, karena mereka berdualah yang tinggal dalam kamar tersebut dan berdasarkan hasil pemeriksaan opsir polisi di dalam tas koper Aksenof ditemukan sebilah pisau berlumur darah.

Aksenof bersumpah bahwa ia tidak bersalah dan tidak membunuh temannya. Namun pengakuan tersebut sia-sia belaka karena polisi tetap tidak percaya. Bahkan istrinya dalam satu kunjungan ke penjara sudah tidak percaya lagi kepada Aksenof sehingga Aksenof sedih dan berujar,”Hanya Tuhanlah yang tahu kejadian yang sebenarnya, maka kepada Tuhanlah sepantasnya aku memohon ampun, karena Dialah satu-satunya yang sanggup memberi pertolongan.”

Akhirnya Aksenof dikirim ke penjara kerja paksa di Siberia. Aksenof menghabiskan waktunya dengan bekerja serta beribadah sehingga teman-temannya menyebutnya dengan kakek atau orang saleh. Pada suatu hari penjara Siberia kedatangan beberapa narapidana baru dan salah satu diantaranya bernama Makar yang berusia 60 tahun hampir seusia dengan Aksenof.

Makar menceritakan bahwa dirinya tidak bersalah namun dituduh mencuri. Padahal sesungguhnya dia mencuri dan membunuh seseorang disebuah pondokan di kota Vladimir sekitar 26 tahun lalu tetapi tidak ketahuan polisi. Sehingga orang lain yang tidak bersalah harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Aksenof-pun akhirnya tahu, Makar-lah yang telah menyebabkan dirinya dihukum.

Dalam perjalanan waktu, Makar menyadari bahwa orang yang menderita atas perbuatannya tersebut adalah Aksenof, teman sepenjara di Siberia. Makar menyesal, berlutut dan meminta maaf. Namun ketika Aksenof akan dibebaskan, ia dijumpai sudah tak bernyawa lagi.

Judul yang sama dipakai oleh Andrea Hirata dalam novel tetralogi Laskar Pelangi. Sebuah novel cerdas dan sangat inspiratif. Andrea Hirata menceritakan tentang kenakalan Ikal dan gengnya dalam mengusili orang lain.

Kedua cerita tersebut memiliki seting yang berbeda, baik para pelaku, tempat maupun waktu kejadian. Tetapi kedua cerita tersebut memiliki pesan moral yang sama. Pertama, bahwa Tuhan Maha Melihat, ini sesuai dengan salah satu sifat Allah SWT yakni bashar. Sesungguhnya Allah SWT mengetahui apa yang ghaib di langit dan di bumi. Dan Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Hujurât: 18). Kedua, Tuhan akan membalas setiap perbuatan hamba-Nya dengan pahala dan dosa.

Dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai hal tersebut, baik di kantor maupun di lingkungan sosial. Mengambil hak orang lain adalah salah satu contohnya. Perbuatan tersebut tidak dibenarkan oleh hukum formal maupun hukum agama. Tetapi perbuatan tersebut terus dilakukan karena tidak ada orang lain yang mengetahui.

Demikian juga dalam pergaulan sosial, kita jumpai orang yang suka merusak hubungan baik dengan orang lain. Silaturahim yang sudah terbina baik dirusak dengan cara mengadu domba, tuduhan keji dan fitnah. Dengan kepandaian bersilat lidah, mereka memutarbalikkan fakta untuk menghancurkan orang lain. Dengan kekuasaannya mempengaruhi orang lain untuk saling membenci.

Sementara orang yang diambil haknya tahu, tetapi tidak berdaya. Demikian juga orang yang dizhalimi tahu, tetapi tidak kuasa. Mereka mengadukan hanya kepada Allah SWT dalam do'a dan sujud panjang di malam hari.

Imam Ghozali dalam kitabnya Ihya Ulumudin menyebutkan bahwa orang yang menggunjing harus bertaubat dan menyesali perbuatannya agar terbebas dari hak (hukuman) Allah SWT, kemudian meminta pembebasan dari orang yang digunjing agar terbebas dari tuntutan balasan kezhalimannya. Atha’ bin Abu Rabah mengatakan, hendaknya Anda mendatangi saudara Anda seraya berkata kepadanya,”Aku telah berkata dusta, menzhalimi diri Anda, dan berbuat buruk kepada Anda, maka jika suka silahkan Anda mengambil hak Anda dan jika suka silahkan Anda memaafkan.”

Lebaran merupakan momen yang tepat untuk meminta maaf. Tapi apakah cukup dengan bersalaman dan lewat SMS ? Marilah kita saling meminta maaf dengan tulus karena Tuhan Maha Mengetahui.

"Selamat Hari Raya Idul Fitri, 1 Syawal 1429 H. Minal Aidzin Wa Faidzin. Mohon maaf lahir dan batin." (Imro/www.anggaran.depkeu.go.id)

1 komentar:

MeTranslation mengatakan...

berapa tahun terakhir saya merasa tradisi lebaran adalah sekedar tradisi. teman lama dan keluarga berkumpul sedang yang tidak cukup dnegan telepon, sms atau bahkan email saja. semuanya menyenangkan. tapi jadi tak menyenangkan saat melihat tradisi itu dilaksanakan tanpa disertai ketulusan alias formalitas saja. maka kemudian saya mulai membiasakan diri tidak berbasa-basi saat lebaran. kunjungan2 tetap dilaksanakan, tapi tidak telpon/sms atau email. kalaupun iya, ya ditulis saja langsung pada poinnyaw ,in my style of course. misal: tidak ada lebaran pun tetap saling memaafkan, apalagi lebaran.
simpel, meski mungkin juga tidak sesuai dengan hati orang indonesia pada umumnya yang lebaran. mungkin gantian mereka yang tidak senang melihat saya terlalu vulgar mengucapkan makna penyucian diri...ya maaf...
buat arif, you know me....hehehehe....selamat! tulisan yang bagus.